Rabu, 06 Mei 2015

ulasan puisi "Aku"



Jeritan Chairil Anwar
Tahun 1943
Oleh Fina Avy Oktavy Yana
Judul puisi       : Aku
Penulis             : Chairil Anwar
Tahun              : 1943
            Tema puisi “Aku” karya Chairil Anwar adalah tentang perjuangan. Perjuangan hidup si aku yang begitu menyedihkan ditambah dengan penderitaan rakyat Indonesia pada masa penjajahan Jepang.  Amanat yang dapat kita ambil dari puisi tersebut yaitu kita harus terus berjuang dalam keadaan sesedih apapun. Kita tidak boleh putus asa walau dalam keadaan susah dan harus terus memperjuangkan apa yang kita inginkan hingga keinginan itu bisa tercapai. Gaya bahasa yang digunakan dalam puisi tersebut sangat bagus. Pilihan kata yang digunakan sesuai, dan perpadian diksi yang digunakan membuat puisi tersebut menjadi indah,  misalnya kata “kalau sampai waktuku” itu yang berarti kalau sampai si aku menjumpai waktu  kematiannya. Selan itu puisi tersebut juga menggunakan majas hiperbola misalnya pada kata “Biar peluru menembus kulitku Aku tetap meradang menerjang” sehingga membuat puisi menjadi lebih menarik.  Puisi ini menggunakan sajak u-u-u-u misalnya pada “Kalau sampai waktuku Ku mau tak seorang kan merayu Tidak juga kau Tak perlu sedu sedan itu”. Tipografi puisi tersebut kurang menarik karena hanya berbentuk baris, tidak tersusun perbait.

A.    Biografi Singkat Chairil Anwar
Chairil Anwar dilahirkan di Medan pada 26 Juli 1922. Dia merupakan anak tunggal dari pasangan Toeloes dan Saleha. Ayahnya bekerja sebagai pamongpraja. Ibunya masih mempunyai pertalian keluarga dengan Sutan Sjahrir, Perdana Menteri pertama Indonesia. Chairil dibesarkan dalam keluarga yang berantakan. Kedua orang tuanya bercerai dan ayahnya menikah lagi dengan wanita lain. Setelah perceraian itu, Chairil mengikuti ibunya merantau ke Jakarta. Saai itu, ia baru lulus SMA.
Chairil masuk Hollands Inlandsche School (HIS), sekolah dasar untuk orang-orang pribumi waktu penjajah Belanda. Dia kemudian meneruskan pendidikannya di Meer Uitgebreid Lager Onderwijs, sekolah menengah pertama Belanda, tetapi dia keluar sebelum lulus. Dia mulai untuk menulis sebagai seorang remaja, namun tak satu pun puisi awalnya yang ditemukan. Meskipun pendidikannya tak selesai, Chairil menguasai bahasa Inggris, bahasa Belanda dan bahasa Jerman. Ia mengisi waktu luangnya dengan membaca buku-buku dari pengarang internasional ternama, seperti Rainer M. Rilke, W.H. Auden, Archibald MacLeish, H. Marsman, J. Slaurhoff dan Edgar du Perron. Penulis-penulis ini sangat mempengaruhi tulisannya dan secara tidak langsung mempengaruhi puisi tatanan kesusasteraan Indonesia.
Semasa kecil di Medan, Chairil sangat dekat dengan neneknya. Keakraban ini memberikan kesan lebih pada hidup Chairil. Dalam hidupnya yang jarang berduka, salah satu kepedihan terhebat adalah saat neneknya meninggal dunia.
Sesudah nenek, ibu adalah wanita kedua yang paling Chairil sayangi. Dia bahkan terbiasa menyebut nama ayahnya, Tulus, di depan sang Ibu. Hal itu ia lakukan sebagai tanda bahwa ia yang mendampingi nasib ibunya. Di depan ibunya juga, Chairil sering kali kehilangan sisi liarnya. Beberapa puisi Chairil juga menunjukkan kecintaannya pada ibunya.
Chairil Anwar mulai memiliki perhatian terhadap kesusasteraan sejak sekolah dasar. Di masa itu, ia sudah menulis beberapa sajak yang memiliki corak Pujangga Baru, namun ia tidak menyukai sajak-sajak tersebut dan membuangnya. Begitulah pengakuan Chairil Anwar kepada kritikus sastra HB. Jassin. Seperti yang ditulis oleh Jassin sendiri dalam Chairil  Anwar Pelopor Angkatan 45.
Sejak kecil, semangat Chairil terkenal kegigihannya. Seorang teman dekatnya, Sjamsul Ridwan, pernah membuat suatu tulisan tentang kehidupan Chairil Anwar ketika semasa kecil. Menurut dia, salah satu sifat Chairil pada masa kanak-kanaknya ialah pantang dikalahkan, baik pantang kalah dalam suatu persaingan, maupun dalam mendapatkan keinginan hatinya. Keinginan dan hasrat untuk mendapatkan itulah yang menyebabkan jiwanya selalu meluap-luap, menyala-nyala, boleh dikatakan tidak pernah diam.
Jassin juga pernah bercerita tentang salah satu sifat sahabatnya tersebut, “Kami pernah bermain bulu tangkis bersama, dan dia kalah. Tapi dia tak mengakui kekalahannya, dan mengajak bertanding terus. Akhirnya saya kalah. Semua itu kerana kami bertanding di depan para gadis.”
Wanita adalah dunia Chairil sesudah buku. Tercatat nama Ida, Sri Ayati, Gadis Rasyid, Mirat, dan Roosmeini sebagai gadis yang dikejar-kejar Chairil. Semua nama gadis itu masuk ke dalam puisi-puisi Chairil. Hapsah adalah gadis kerawang yang menjadi pilihannya untuk menemani hidup dalam rumah tangga. Pernikahan itu tak berumur panjang. Karena kesulitan ekonomi dan gaya hidup Chairil yang tak berubah, Hapsah meminta cerai. Saat itu, anaknya baru berumur tujuh bulan dan Chairil pun menjadi duda.
Tak lama setelah itu, pukul 15.15 WIB, 28 April 1949, Chairil meninggal dunia. Ada beberapa versi tentang sakitnya, namun banyak pendapat yang mengatakan bahwa TBC kronis dan sipilislah yang menjadi penyebab kematiannya.
B.     Sejarah
Chairil Anwar mulai banyak dikenal oleh masyarakat dari puisinya yang paling terkenal berjudul Semangat yang kemudian berubah judul menjadi Aku. Puisi yang ia tulis pada bulan Maret tahun 1943 ini banyak menyita perhatian masyarakat dalam dunia sastra. Dengan bahasa yang lugas, Chairil berani memunculkan suatu karya yang belum pernah ada sebelumnya. Pada saat itu, puisi tersebut mendapat banyak kecaman dari publik karena dianggap tidak sesuai sebagaimana puisi-puisi lain pada zaman itu. Puisi tersebut tentu bukan Chairil ciptakan tanpa tujuan, hanya saja tujuan dari puisi tersebut yang belum diketahui oleh masyarakat.
Chairil Anwar adalah seorang penyair yang menuliskan apa saja yang ditemukannya dan dihadapinya dalam pencarian itu, sebagaimana perkataan Sastrowardoyo dalam Ginting (2007), bahwa  pengarang seperti Chairil Anwar, Sitor Situmorang, Ajip Rosidi, dan Goenawan  Mohammad terombang-ambing di antara dua kutub, kebudayaan daerah dan kota, tradisi dan modern, Timur dan Barat. Lebih lanjut lagi, dikatakan  bahwa nasib manusia perbatasan adalah buah dari pencarian hendak modern itu.
Jadi, puisi Aku ini adalah buah hasil dari pencarian Chairil sebagai manusia perbatasan yang terombang-ambing diantara dua kutub sebagaimana yang dikatakan oleh Sastrowardoyo. Selain itu, puisi Aku ini adalah puisi Chairil Anwar yang paling memiliki corak khas  dari beberapa sajak lainnya. Alasannya, sajak Aku bersifat destruktif terhadap corak bahasa ucap yang biasa  digunakan penyair Pujangga Baru seperti Amir Hamzah sekalipun. Idiom ’binatang jalang’ yang digunakan dalam sajak tersebut pun sungguh suatu  pendobrakan akan tradisi bahasa ucap Pujangga Baru yang masih cenderung mendayu-dayu.
Puisi Aku dan Chairil Anwar adalah dua sisi yang tak pernah bisa dilepaskan. Sebagaimana pengarangnya, puisi Aku ini juga mempunyai banyak sisi yang menarik untuk diketahui lebih dalam. Oleh karena itu, penulis memilih judul tersebut untuk mengetahui lebih lanjut tentang puisi Aku dan keterkaitannya dengan Chairil Anwar sebagai pengarang dari puisi tersebut.

C.    Kelebihan dan kekurangan
Kelebihan :
1.      Kata-kata pada puisi tersebut telah berhasil membius pembaca dengan menekankan segenap perasaan atau jiwanya
2.      Amanat yang terkandung dalam puisi sangat bagus.

Kekurangan :
1.    Penggunaan kata-katanya terlalu rumit sehingga diperlukan kajian yang medalam untuk memahaminya.
2.    Kekuatan yang digunakan penyair lebih condong pada pemilihan kata dan yang lainnya kurang diperhatikan.

D.    Kesimpulan
Puisi Aku karya Chairil Anwar ini bagus untuk dibaca karena memiliki amanat yang baik untuk diterapkan dalam kehidupan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar